Sejak duduk di bangku sekolah, kita sudah diperkenalkan dengan sejarah Indonesia hingga proses Indonesia hingga merdeka. Kekayaan alam dan hasil rempah-rempah dari berbagai daerah membuat Indonesia dijajah oleh bangsa asing selama puluhan hingga ratusan tahun lamanya. Termasuk Belanda yang mendirikan VOC di tanah Nusantara.
Tujuan utama bangsa Eropa terutama Belanda melakukan perjalanan menuju Asia termasuk Nusantara awalnya hanya untuk melakukan jual-beli. Misi dagang tersebut kemudian berkembang dengan keinginan bangsa Belanda untuk membentuk pemukiman atau disebut juga dengan kolonisasi di Nusantara supaya perdagangan menjadi lebih mudah.
Pada awal abad ke-16 perdagangan rempah-rempah Nusantara didominasi oleh Portugis dan Spanyol. Namun perdagangan tersebut tidak efisien karena tidak mampu menyuplai permintaan yang terus meningkat, terutama pada rempah-rempah jenis lada, hingga menyebabkan harga menjadi meroket. Selain itu pihak Portugis dan Spanyol pada tahun 1580 sedang dalam keadaan perang dengan Belanda, sehingga menyebabkan kekhawatiran bagi pihak Belanda, dari adanya beberapa faktor tersebut mendorong Belanda untuk memasuki Nusantara demi perdagangan rempah-rempah.
Jan Huyghen Van Linschoten dan Cornelis de Houtman menemukan “jalur rahasia” dari pelayaran Portugis yang akhirnya dapat membawa mereka menuju Banten, yang menjadi pelabuhan utama di pulau Jawa pada tahun 1595-1597. Ekspedisi yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman akhirnya sampai ke Banten, namun mereka terlibat dalam perseteruan pihak Portugis dan penduduk lokal. Perseturuan tersebut menyebabkannya kehilangan beberapa awak kapalnya.
Awal Berdirinya VOC
Belanda resmi mendirikan Veredigne Oost-Indische Compagnie (VOC) yang berarti Perserikatan Dagang Hindia Timur di Amsterdam. Pada 1602, Belanda kembali ke Nusantara dan mendirikan kongsi dagang bernama VOC tersebut dan bersaing sengit dengan beberapa negara seperti Portugis, Spanyol, Inggris, dan Perancis. Kongsi dagang tersebut mendirikan markasnya di Batavia (sekarang menjadi Jakarta). Para anggotanya ikut mendirikan tempat di Indonesia, terutama di Maluku karena kaya akan rempah-rempah. Metode yang digunakan untuk mempertahankan monopoli dagang adalah menggunakan kekerasan, pemerasan, hingga pembunuhan terhadap penduduk lokal.
Pada tahun 1603, VOC memperoleh izin di Banten untuk mendirikan kantor perwakilannya dengan Pieter Both yang diangkat menjadi Gubernur Jenderal VOC yang pertama pada tahun 1610 dan memilih Jayakarta (Jakarta) sebagai kantor administrasi VOC. Sementara itu VOC cabang Ambon memilih Frederik de Houtman sebagai Gubernur Jenderalnya pada 1605 hingga 1611.
VOC dipimpin oleh dewan yang beranggotakan 17 orang, disebut dengan “Dewan Tujuh Belas” (de heeren XVII). Dalam menjalankan tugasnya, VOC memiliki wewenang dan hak-hak tertentu, antara lain, Hak monopoli, Hak kedaulatan (souvereiniteit), Hak memelihara angkatan perang, Hak memaklumkan adanya perang dan mengadakan sebuah perdamaian, Hak merebut dan menduduki daerah-daerah asing di luar negara Belanda, Hak menetapkan atau mengeluarkan mata uang sendiri, Hak memungut pajak, Hak mengadakan perjanjian dengan raja-raja setempat dan Hak mendirikan benteng. Hak-hak inilah yang membuat para anggota VOC bertindak layaknya suatu negara hingga menguasai Nusantara.
Pembubaran VOC
Pada pertengahan abad 18, VOC mengalami kemunduran karena beberapa penyebab, diantaranya banyak pegawai VOC yang melakukan korupsi, meningkatnya anggaran pengeluaran untuk biaya peperangan, saingan dagang di Asia bertambah, yakni adanya Inggris dan Perancis dan adanya perubahan politik Belanda dengan berdirinya Republik Bataaf pada 1795 yang demokratis dan liberal sehingga lebih menganjurkan perdagangan bebas.
VOC akhirnya resmi dibubarkan pada 31 Desember 1799 dengan hutang yang mencapai 136,7 juta golden. Kekayaan yang ditinggalkan di Indonesia berupa kantor dagang, gudang, benteng, kapal, serta beberapa daerah kekuasaan.