Raden Ajeng Kartini atau biasa disebut R A Kartini tentu tidak asing lagi didengar masyarakat Indonesia. Kartini merupakan pahlawan nasional yang dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan Indonesia. Perjuangannya untuk mengangkat derajat perempuan ini bahkan tidak berhenti walaupun dirinya menikah. Ternyata terdapat sejarah menarik tentang kisah cinta R A Kartini. Simak selengkapnya di bawah ini.
1. Terpaksa menikah
Kartini lahir dari pernikahan sang ayah, Raden Mas Adipati Sosroningrat dan ibunya, M.A. Ngasirah. Selain merupakan keturunan ningrat, ayah dari Kartini juga dikenal sebagai Bupati Jepara. Ayahnya yang menerima lamaran dari K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, seorang Bupati Rembang yang merupakan duda beristri dua, beranak tujuh, dan memiliki usia yang terpaut jauh dengan Kartini.
Kartini yang pada saat itu masih berusia 24 tahun terpaksa menikah dan dipoligami karena tuntutan dari berbagai keadaan, mulai dari masyarakat yang melabelinya dengan cap perawan tua karena tak kunjung menikah hingga bentuk rasa hormat dan baktinya pada sang ayah yang saat itu sudah mulai sakit-sakitan.
2. Syarat sebelum menikah
Sebelum menikah Kartini mengajukan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh dengan Adipati Djojoadiningrat. Pertama, ia ingin diizinkan untuk melakukan apa saja demi mencapai cita-citanya dalam memperjuangkan hak-hak perempuan. Salah satu keinginannya tersebut adalah mendirikan sekolah untuk para perempuan, dengan status Kartini sebagai pengajar di sekolah tersebut yang akhirnya disetujui oleh sang suami. Selain itu, Kartini juga meminta syarat meliputi penolakan Kartini untuk menjalani adat dari prosesi pernikahan yang mengharuskannya mengenakan baju pengantin dan berjalan sambil berlutut untuk mencium kaki suaminya.
3. Suami mendukung perjuangannya
K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat sosok suami yang sangat baik dan mendukung perjuangan Kartini untuk memajukan pemikiran dan memerdekakan kaum perempuan lewat pendidikan. Hari-hari setelah pernikahan Kartini diisi dengan kesibukannya sebagai seorang istri dan ibu dari anak-anak tirinya. Kartini juga tengah bersiap untuk melahirkan putra yang dikandungnya dan melahirkan sang putra pada 13 September 1904. Namun Kartini meninggal empat hari setelah melahirkan akibat kondisi kesehatannya yang menurun drastis secara tiba-tiba. Pahlawan perempuan yang memperjuangkan hak-hak perempuan meski dibatasi oleh banyak aturan ini menutup mata di usia 25 tahun.